Diskriminasi Usia di Dunia Kerja Indonesia (Ageisme)

rizki yulian
6 min readApr 1, 2024

--

Source

Dunia kerja Indonesia seringkali menjadi ladang ketidakadilan bagi para pencari kerja yang berusia di atas 25 tahun atau 30 tahun. Di tengah kegelisahan yang melanda, kebijakan diskriminatif yang mensyaratkan batas usia maksimal ini telah menimbulkan kontroversi yang meresahkan, tidak hanya bagi laki laki, tetapi juga untuk para perempuan.

Bagi banyak orang di era ini, usia 25 tahun seringkali dianggap sebagai titik kritis di mana kesempatan untuk memasuki dunia kerja menjadi semakin terbatas. Pada usia tersebut, mereka dihadapkan pada pintu gerbang yang sempit, dengan peluang kerja yang terus menyusut seiring dengan pertambahan usia. Sehingga, orang-orang dengan usia di atas 25 tahun atau 30 tahun ke atas memiliki pilihan yang sangat terbatas dalam pasar kerja.

Seperti yang pernah dibahas oleh konten tirto.id. orang orang yang berusia lebih tua mengalami diskriminasi usia dalam tiga bentuk, antara lain

  1. Prasangka yang melahirkan persepsi: pekerja senior seringkali dianggap kolot, keras kepala, arogan, malas mempelajari hal baru, susah beradaptasi.
  2. Tindak Diskriminasi: pekerja senior dianggap tidak up to date, maka bos akan membatasi dan tidak mengikutsertakan partisipasi pekerja senior pada kegiatan yang bersifat kekinian. Kebijakan yang tidak faktual ini sebenarnya akan merugikan pekerja, dan bisa berujung pemecatan.
  3. Normalisasi Diskriminasi Usia: Kebijakan institusi swasta maupun negara yang menormalisasi prasangka dan diskriminasi usia, contohnya seperti gambar di bawah ini, yakni proses perekrutan pekerja berdasarkan batas usia.

Sebenarnya, apa sebab adanya pembatasan usia tersebut?

Mengutip dari Glints, alasan mengapa usia pelamar pekerjaan dibatasi maksimal 25 tahun ialah karena:

Sebenarnya itu bukannya berniat mau mendiskriminasi, tapi memfilter kandidat dengan kriteria spesifik yang dicari perusahaan untuk mengisi posisi tersebut, karena dari data yang ditemukan di lapangan, usia 25 tahun kebawah itu dinilai memiliki tingkat motivasi, energi, semangat, dan kreativitas yang tinggi, sehingga mereka bisa lebih produktif dan mampu memberikan kontribusi lebih untuk perusahaan. Selain itu juga, mereka dinilai lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan baru pikiran mereka masih segar dan punya naluri untuk terus belajar demi menguasai bidang pekerjaannya. Terakhir, mereka cenderung mempunyai fresh ideas atau ide ide segar dan kreatif yang dibutuhkan perusahaan.

Source: Instagram

Namun, apakah betul persepsi tersebut?

Saya pribadi sangat tidak setuju dengan persepsi itu. Alasannya, terdapat kecacatan dalam berpikir dan menyimpulkan didalamnya. Permasalahan utamanya bukanlah pada kompetensi atau kapabilitas mereka, melainkan pada pandangan sempit yang menilai bahwa produktivitas dan kreatifitas seseorang secara otomatis menurun seiring bertambahnya usia. Padahal, banyak sekali orang yang pada usia tersebut masih memiliki semangat, energi, dan keterampilan yang sama dengan generasi muda.

Selanjutnya, menganggap bahwa semua individu di atas usia 25/30 tahun memiliki karakteristik yang sama adalah generalisasi yang berisiko dan tidak tepat. Memangnya, apakah ada pekerja berusia di atas 25/30 tahun lebih dengan ambisi dan semangat yang tinggi serta kreatifitas tinggi? Jawabannya Ada. Kemudian, apakah ada pekerja yang berusia di bawah 25 tahun yang malas dan tidak inovatif? Ada juga.

Kita juga sering melihat, sebuah lowongan kerja untuk fresh graduate dengan rentang usia 21–24 tahun. Lalu bagaimana dengan nasib orang orang berusia 25 tahun ke atas yang baru saja lulus kuliah? atau orang orang skillfull yang berusia di atas 30 tahun yang ingin memulai karir baru? Sadar atau tidak sadar, Diskriminasi usia ini bisa menambah diskriminasi pada penyandang disabilitas juga, karena usia penyandang disabilitas menyelesaikan pendidikan lebih lama, hal ini disebabkan salah satunya aksesibilitas di sektor pendidikan.

Bila kita mau adil saat berbicara tentang persepsi terhadap usia, orang orang yang berusia 25 tahun ke bawah (Millenial akhir, Gen Z, Gen Alpha) pada hari ini juga dikenal sebagai generasi yang manja serta memiliki etos kerja buruk, generasi strawberry yang rapuh dan lembek, serba instan, tidak loyal, pemalas, mudah bosan, dan seterusnya.

Dengan adanya persepsi tersebut, seharusnya rekruter merasa lebih risih dengan kandidat berusia muda. Namun, apakah persepsi itu dapat dibenarkan? tidak, karena realitanya belum tentu benar, dan tidak semuanya demikian.

Tidak boleh ada diskriminasi, karena…

Pada dasarnya, setiap orang memiliki latar belakang, pengalaman, dan kepribadian yang unik dan berbeda beda, sehingga tidak tepat untuk mengukur potensi seseorang hanya berdasarkan usia mereka.

Mengutip perkataan bapak Anies Baswedan pada acara desak anies, dalam konteks pemerintahan dan dunia ketenagakerjaan, bahwa seharusnya

Tidak boleh ada diskriminasi dalam rekrutmen baik itu berdasarkan umur, berdasarkan gender, berdasarkan sosial budaya, berdasarkan agama. Diskriminasi itu harus ditiadakan. Harus ada kesetaraan kesempatan, termasuk soal batas usia.

Meskipun alasan pembatasan usia mungkin berasal dari kebutuhan perusahaan untuk mendapatkan karyawan yang produktif dan berkontribusi, kebijakan usia maksimal tetap memiliki potensi untuk mendiskriminasi individu yang mungkin memiliki kualifikasi dan pengalaman yang sesuai namun dikecualikan hanya karena usia mereka.

Source

Aturan mengenai diskriminasi usia di Indonesia

Saat ini, terdapat seruan dari berbagai kalangan untuk menghapuskan batasan usia ini dalam penerimaan tenaga kerja. Berdasarkan data yang ada, beberapa negara juga melarang adanya praktek diskriminasi usia di tempat kerja ini.

Penolakan terhadap kebijakan ini didasari oleh pemahaman bahwa penilaian berdasarkan usia seringkali tidak akurat sebagai prediktor kinerja, dan jarang berkaitan dengan kemampuan kerja sebenarnya. Kelayakan seseorang untuk mengisi suatu posisi seharusnya ditentukan oleh kualitas, kualifikasi, dan kemampuan yang dimilikinya, bukan hanya oleh usia saja.

Dalam UU Ketenagakerjaan tahun 2003 memang tidak ada ketentuan yang secara eksplisit mengatur larangan adanya batas usia. Namun, dalam Pasal 5 disebutkan bahwa “Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.” Di sini, tenaga kerja mengacu pada “setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.”

Selain itu, Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) Nomor 111 mengenai Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan, melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1999. Isi dari konvensi ini secara umum memberikan tanggung jawab bagi negara untuk memastikan bahwa tidak ada diskriminasi dalam proses rekrutmen hingga pelaksanaan hubungan kerja.

Theconversation.com

Lalu, bagaimana cara mengatasinya?

Pemerintah, perusahaan, dan masyarakat secara keseluruhan perlu bersatu untuk mengatasi stereotip usia yang membatasi kesempatan para pencari kerja. Mungkin saat ini kita tidak punya power untuk membuat kebijakan yang berarti, tapi kita tetap bisa menyuarakan hal tersebut. Namun bagi siapapun yang saat ini memiliki akses kepada pemangku kebijakan. saya berharap agar hal ini juga dapat terus diperjuangkan dan disuarakan agar masalah diskriminasi usia ini setidaknya berkurang atau berhenti. Sebagaimana yang dilakukan oleh saudara kita bernama Leonardo Olefins Hamonangan yang sedang berjuang untuk menggugat aturan batasan usia lowongan pekerjaan di Indonesia.

Source

“Perubahan itu berasal dari sekelompok kecil orang yang terus menerus bersuara, tetaplah bising”

Mengutip statement dari konten tirto.id. Kita dapat menekan perusahaan perusahaan di Indonesia untuk menyadari hal ini, dan mulai mengambil kebijakan yang inklusif. Pemerintah juga perlu lebih tegas dalam menegakkan undang undang. Untuk di level personal, kita perlu menyadari bahwa apakah kita melakukan ageisme secara tidak sadar?

Dan bagi para pencari kerja, kita juga dapat mencari kesempatan bekerja di tempat yang memang tidak terdapat diskriminasi terhadap usia, ataupun perihal lainnya, baik itu di Indonesia, atau Luar Negeri.

Dalam kesimpulannya, mengatasi diskriminasi usia di dunia kerja Indonesia bukanlah hanya tentang keadilan bagi orang orang yang terkena dampak, tetapi juga tentang memanfaatkan sepenuhnya potensi manusia yang beragam, yang merupakan salah satu aset terbesar bagi kemajuan Indonesia.

--

--